A.
PENDAHULUAN.
Dengan
keluarnya putusan Mahkamah kontitusi telah memberikan pencerahan terhadap
peranan Masyarakat Hukum Adat dalam berbangsa dan bernegara sebagai komitemen
bersama para pendiri bangsa.Namun keputusan tersebut memiliki arti yang sangat
dalam serta disikap dengan kearifan untuk setiap masyarakat hokum untuk menjaga keutuhan komitmen bersama tersebut
yaitu sebagai suku-suku bangsa yang bersatu dalam persatuan Negara yang disebut
dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Artinya
tidak ada satupun di Negara Indonesia ini yang memiliki kekuasaan yang lebih
tinggi.Masyarakat Hukum Adat sebagai bagian dari Negara ini hendaknya lebih
memahami peranan dan batasan dari tiap-tiap wilayah Hukum adat untuk mewujudkan
komitmen bersama yang disepakati oleh UUD 1945 dan Dasar Negara RI yaitu
Pancasila.. Demikian juga hendaknya Pemerintah sebagai penyelenggara dan
Pelaksanan Negara juga memiiki keinginan yang kuat untuk menjaga kesepakatan
dalam UUD 45 dan Pancasila untuk memilihara keutuhan wilayah kesatuan Republik
Indonesia dalam rangka mewujudkan kemakmuran dan kesjahteraan seluruh rakyat
Indonesia yang bermartabat ( bukan bangsa kuli ).
Oleh
karena itu Pemerintah perlu menginventarisir tatanan masyarakat hokum Adat
diseluruh pelosok negeri ini untuk tidak mengeneralisir tatanan tersebut dalam
suatu peraturan dan perundangan.
B.
SEJARAH MASYARAKAT HUKUM ADAT LAMPUNG
Oleh karena itu, khususnya dalam
perspektif Masyarakat Hukum Adat Lampung abad ke 15 dan 16 dimana Lampung
terbagi dalam beberapa klan besar yaitu;
a)Pantai
Pesesir Selatan dan Barat yaitu ;
1.
Keratuan Paksi
Pak Skala berak
2.
Keratuan Darah
Putih
3.
Keratuan
Melinting
4.
Keratuan Dibalau
b)
Tengah dan
Pantai Timur yaitu ;
1.
Paksi
Tulangbawang yang berkedudukan di Pagar Dewa, meliputi Kabupaten Tulangbawang
Induk,Kabupaten Tulangbawang Barat dan Mesuji sekarang.
2.
Paksi Negeri
Besar dan Way Kanan berkedudukan di Negeri Besar.
3.
Paksi Abung yang
berkedudukan di kotabumi
4.
Paksi Sungkay
berkedudukan di Sungkay Bunga Mayang.
Kemudian sejak Pemerintahan Belanda kepaksian ini dirubah
dengan KEBANDARAN untuk wilayah
Selatan dan Barat dimana masyarakatnya menganut faham masyarakat adat
berdasarkan Genologis ( keturunan ) dan KEMARGAAN untuk wilayah Tengah dan Timur yang menganut faham Genologis
dan Teritorial ( Keturunan dan wilaiyah ) kemudian dikenal dengan SAIBATIN dan PEPADUN.
Selanjutnya wilayah Tengah dan Timur yang pada
umumnya adalah menganut faham Genologis Teritorial dibagi dengan wilayah besar
yaitu ;
1)
Abung Sewou
Megou
2)
Pubian Telu Suku
3)
Megou Pak Tulang
Bawang
4)
Way Kanan Lima Kebuayan
5)
Sungkay Bunga
Mayang
Paksi Tulangbawang sejak abad ke 18 terbagi menjadi
4 marga yaitu ;
a.
Marga Tegamo’an
b.
Marga Buay Bolan
c.
Marga Sway Umpu
d.
Marga Aji
Sejak tahun 1914 terbentuk federasi yang disebut
dengan MEGOU PAK TULANGBAWANG
Kemudian pada tahun 1940 Masyarakat Hukum Adat
Sumatera Selatan yang telah berdomisili serta telah memiliki hak atas tanah
diwilayah Lampung diakui keberadaanya oleh Masyarakat Hukum Adat Lampung yaitu
;
1)
Marga REBANG
yang umum mendiami wilayah Tanjung Kurung,Kasui,Rantau Tamiang ( Banjit dan
Bukit Kemuning ),Tanjung Raja,Batanghari Sembilan Metro dan Batanghari Seputih
Lampung Timur
2)
Marga Mesuji
yang meliputi 9 ( Sembilan ) Kampung yaitu ;
a)
Kampung Sungai
Sidang,
b)
Kampung Wiralaga
c)
Kampung Nipah
Kuning
d)
Kampung Sri
Tanjung
e)
Kampung Labuhan
dalam
Wilayah ini masuk wilayah Propinsi Lampung
f)
Kampung Sungai
Sodong,
g)
Kampung Sungai
Meneng
h)
Kampung Gajah
Mati
i)
Kampung Pagar
Dewa
Wilayah ini masuk dalam Propinsi Sumatra Selatan
Sedangkan
Kampung Talang Batu yang terdiri
dari beberapa umbul, merupakan
wilayah Masyarakat Hukum Adat Marga Sway Umpu. Dengan demikian dari persepektif
hukum adat Masyarakat hukum adat Talang Batu tidak ada, tetapi wilayah
Hukum adat Marga Sway Umpu dan
masyarakat adat Marga Sway Umpu dikampung Talang
Batu diakui oleh Masyarakat Hukum Adat Megou Pak Tulangbawang.
C.
KELEMBAGAAN ADAT MEGOU PAK TULANGBAWANG
Kelembagaan Adat Megou Pak merupakan suatu
kelembagaan yang berbentuk Federasi dimana setiap Marga memiliki otonomi
sendiri apabila masalah yang bersifat kedalam, tetapi apabila masalah-masalah
yang bersifat umum dan menyangkut urusan keluar maka diputuskan berdasarkan
musyawarah adat 4 Marga yaitu ( PEPUNG MARGA ).
Kewilayahan Masyarakat Hukum Adat Megou Pak
TulangBawang terdiri dari ;
a.
Wilayah Marga
terdiri dari tiyuh-tiyuh atau kampung-kampung
Adat yang umumnya tersebar dibeberapa daerah tersebut marganya.dikepalai
oleh Kepala Marga.
b.
Wilayah Tiyuh (
Kampung ),terdiri dari Umbul-umbul sebagai wilayah pemukiman yang
menetap,dikepalai oleh Kepala Kampung atau Tiyuh
c.
Wilayah Umbul,adalah
wilayah kesatuan Masyarakat Hukum Adat untuk mencari matapencaharian, pada
umumnya, masyarakatnya tidak menetap.dikepalai oleh Kepala Umbul.
d.
Huma / bawang
adalah tempat Masyarakat Hukum Adat untuk bertani dan berburu serta mencari
ikan.
Masing- masing Marga dipimpin oleh Kepala Marga,
Kepala Marga merupakan Pemangku Adat dari Marga yang bersangkutan yang pada
umumnya berdasarkan keturunan pertama yang membentuk Marga terebut.Kewenangan
Kepala Marga sangat erat hubungan dengan pemeliharaan asset-aset budaya
terutama tentang pemakaian garapan usaha dan pengambilan hasil hutan oleh
masyarakat hukum adatnya,
Pemakaian garapan tanah dalam wilayah tiyuh (
kampong ) dapat seizin Kepala Kampung dengan ketentuan tidak lebih dari 5 Pal (
5 ha ). Sedang bagi Kepala Umbul hanya 2 Pal ( 2 ha ),selebihnya harus atas
izin Kepala Marga ( PELATOERAN SEPANJANG HADAT LAMPOENG,TAHUN 1910 DAN 1914 )
Apabila akan dilakukan pengalihan kepada orang lain selain dari orang Megou Pak harus
melalui Musyawarah adat Megou Pak.
Apabila Pengalihan itu dalam skala besar maka
pengalihan hanya dapat dilakukan dengan atau melalui Pemerintah. Oleh sebab itu
pengalihan atas nama perorangan dengan segala rekayasa surat menyurat tidak
diakui oleh Megou Pak Tulangbawang tanpa diketahui oleh pemangku-pemangku adat
Megou Pak Tulangbawang.
Hal ini dimaklumi karena tanah tersebut menyangkut
kepentingan orang banyak,bukan saja menyangkut kepentingan Marga yang
bersangkutan tetapi menyangkut hajat hidup masyarakat hukum adat Megou Pak dan
mayarakat umum lainya.
Musyawarah adat memiliki tingkatan-tingkatan yaitu ;
a.
Pepung Menyanak
( Musyawarah adat dalam kebuayan sendiri
b.
Pepung Kampung (
Musyawarah adat didalam Kampung yang melibatkan beberapa penyimbang adat
kampung )
c.
Pepung Marga (
musyawarah adat yang melibatkan penyimbang-penyimbang marga Megou Pak
Tulangbawang )
d.
Pepung Dewan
Marga ( musyawarah adat yang melibatkan
Menggala, 5 september 2013
LEMBAGA
ADAT MEGOU PAK TULANG BAWANG
KETUA
UMUM,
Drs. WANMAULI,B.SANGGEM
TUAN RAJOU TEHANG
|
pak itu untuk pepung dewan marga, penjelasannya musyawarah adat yang melibatkan siapa ya? terimakasih.
BalasHapus