OLEH ;Drs.Wanmauli,Sanggem
Ketua Lembaga Adat Megou Pak Tulang bawang
Ketua Lembaga Adat Megou Pak Tulang bawang
Kata
TO- Lang- Po- Hwang ditemukan dalam perpustakaan cina bersama dengan nama
kerajaan lainya seperti Kan-To-Li dan Yah-Po-Ti. To-Lang-Po-Hwang yang identik
dengan nomenklatur Langpohwang (
Lampung ) dan way Tulangbawang
menjadi perdebatan dan spikulasi yang memunculkan ego personal dan parsial yang
tidak menguntungkan bagi orang Lampung itu sendiri.
Namun tidak dapat
dipungkiri bahwa Lampung memiliki kebudayaan yang tinggi,karena berdasarkan
etnologi dan etnografi yaitu;
1. Memiliki wilayah etnis yang luas
meliputi wilayah Danau ranau, Muara dua , Komering,kayu agung sampai ke selat sunda dan Muara
teladas.
2. Memiliki Tatanan social dan hukum
adat
3. Memiliki Tulisan dan Bahasa.
4. Memiliki Karya dan seni budaya
sendiri.
Tidaklah berlebihan
Kalau Prof.Mr.Cornelis Van Volenhoven memasukan
Lampung dalam lingkungan hukum adat ( rechstringen) dari 19 Lingkungan Hukum Adat yang
ditelitinya ( Abung,Peminggir,Pubian,Rebang,Gedungtataan,Tulangbawang
). Palembang ( Anak-Lakitan, Jelma
Daya, Kubu, Pasemah, Semendo ).
Terlepas dari maksud
diatas masyarakat hukum adat Ulun Lampung memang perlu menggali dan melestarikan nilai-nilai
sejarah itu secara objektif. Tetapi penggalian dimaksud bukan akan menumbuhkan
atau mengembalikan dynasty yang beroreintasi masa lalu, biarkanlah masa lalu merupakan sejarah. Demikian pula pelestarian
bukanlah juga untuk menciptakan eklusifisme atau pemahaman baru dan dinasti baru atau untuk mengenaralisir
dan penyeragaman masyarakat hukum adat (ulun) lampung, bahkan lebih miris lagi
akan menuju kepada perpecahan yang justru merugikan ulun Lampung itu sendiri.
Perjalanan panjang sejarah
masyarakat Hukum Adat (ulun) Lampung memang telah terbentuk sedemikian rupa (
telah terbagi dalam klan besar ) berdasarkan ke-poyang-an dan ke-buay-an kemudian melahirkan ke-datu-an atau ke-ratu-an
sesuai dengan eranya masing-masing,sama halnya dengan kerajaan-kerajaan lain
yang timbul tenggelam dari komunitas-komunitas yang berbeda dan tidak mungkin
dapat diklaim dari asal usul yang sama. Dengan kata lain sebagai etnis Ulun
Lampung berasal dari komunitas yang sama tetapi belum tentu berasal dari keturunan
yang sama. Alkurturisasi,adaptasi,dan pengakuan diri dari komunitas lain baik
dari Banten ( serang ) Cerebon,Bugis Palembang,Batak dll sebagai fenomena yang
tak terelakan sampai sekarang. Perjalanan sejarah inilah yang membentuk jati
diri Ulun Lampung yang perlu dipertahankan dan dilestarikan sebagai kekayaan
budaya dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Secara garis besar
bahwa Ulun Lampung menganut 2 ( dua ) faham system budayanya yaitu ; Genologis
yang cenderung Monarki yang dianut
oleh ulun lampung Peminggir, Kalianda, Melinting, Kota Agung, Paksi Pak Skala
Berak, ( Jelma Daya, Minanga sampai Kayu Agung Sumatera Selatan) sedangkan
Pepadun ( Genologis-Teritorial ) yang cenderung kepada Demokratis melalui pengambilan
keputusan-keputusan PEPUNG, yang
banyak dianut oleh Abung Sewou Megou, Pubian Telu Suku, Megou Pak Tulangbawang, Way Kanan/Negeri
besar Lima Kebuayan dan Sungkay Bunga Mayang.
Sistem budaya yang telah
berurat berakar dan dianut oleh masyarakat hukum adat Ulun Lampung, yang telah
memiliki wilayah hukum adatnya masing-masing, memiliki titi gemeti untuk saling
hormat-menghormati dan tidak mencampuri urusan masing-masing yang
teraktualisasi dalam SELANG SEMENEP atau SUMBAY,perlu dijaga dan dilestarikan.
Pemisahan wilayah kepemerintahan tidaklah serta merta memisahkan wiilayah
budaya, demikian pula persatuan dan kesatuan masyarakat adat Ulun Lampung tidak dapat direpresentatif oleh seseorang
yang menamakan dirinya sebagai Penyimbang Adat Lampung.
Karena Penyimbang Adat
belum tentu mewakili kebuayan atau kemargaan apalagi mewakili seluruh Lampung. Kelembagaan
Adat Abung Sewo Megou, Megou Pak Tulangbawang, Pubian Telu Suku,Way Kanan Lima
Kebuayan,Sungkai Bunga Mayang ataupun Persekutuan Paksi Pak Skala Brak, Semaka
Kota Agung,Keratuan Darah Putih dan persekutuan adat Melinting memilliki
tatanan dan sarana budaya tersendiri yang disebut dengan PERETI atau suatu kebiasaan
yang berlaku bagi masing-masing kelembagaan atau persekutuan adat.Maka suatu
hal yang tidak mungkin untuk mengeneralisir atau menyeragamkan hetrogenitas
budaya atas nama Lampung kecuali kelembagaan / persekutuan adat mana yang diprosesikan.
Apabila semua kita sepakat bahwa Mayarakat Hukum Adat Ulun Lampung memiliki apa
yang namanya Fiiil Pesenggiri yang telah diperas menjadi lima falsafah sebagai
kearifan local , untuk mengangkat harkat martabat dan jati diri Masyarakat Hukum
Adat Ulun Lampung, seharusnya penyembang/punyimbang dan tokoh adat baik yang
dalam kepemerintahan atau yang tidak , harusnya peka terhadap kondisi sosial Masyarakat
Hukum Adat Ulun Lampung dalam pembangunan ini, sandangan negative dibeberpa
wilayah yang terisolir, kampung tua yang terpencil dan tidak terjangkau oleh
pembangunan,hak-hak masyarakat hukum adat yang terabaikan, dominasi kepentingan
ekonomi dan politik yang mengatasnamakan adat , penyalah gunaan system adat untuk
kepentingan tertentu,bukan saling berlomba untuk menjadi yang pantas dan benar,
justru merugikan masyarakat hukum adat ulun lampung itu sendiri.
Tetapi sebagai
komunitas Masyarakat Adat Ulun Lampung kita memang harus bersatu untuk
mengangkat harkat dan martabat Ulun Lampung dalam hetroginitas budaya Lampung
itu sendiri. Leluhur kita telah menempa kita dalam perjalanan panjang dengan
keteraturan dan kebersamaan yang harmonis ditengah-tengah perbedaan bahasa dan
tatanan budaya tetapi kita tetap satu ULUN LAMPUNG.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar