Senin, 04 November 2013

PERJALANAN PANJANG MENCARI JATI DIRI


        OLEH ;Drs.Wanmauli,Sanggem
Ketua Lembaga Adat Megou Pak Tulang bawang


Kata TO- Lang- Po- Hwang ditemukan dalam perpustakaan cina bersama dengan nama kerajaan lainya seperti Kan-To-Li dan Yah-Po-Ti. To-Lang-Po-Hwang yang identik dengan nomenklatur Langpohwang ( Lampung ) dan way Tulangbawang menjadi perdebatan dan spikulasi yang memunculkan ego personal dan parsial yang tidak menguntungkan bagi orang Lampung itu sendiri.

Namun tidak dapat dipungkiri bahwa Lampung memiliki kebudayaan yang tinggi,karena berdasarkan etnologi dan etnografi yaitu;
1.      Memiliki wilayah etnis yang luas meliputi wilayah Danau ranau, Muara dua , Komering,kayu  agung sampai ke selat sunda dan Muara teladas.
2.      Memiliki Tatanan social dan hukum adat
3.      Memiliki Tulisan dan Bahasa.
4.      Memiliki Karya dan seni budaya sendiri.
Tidaklah berlebihan Kalau Prof.Mr.Cornelis Van Volenhoven memasukan Lampung dalam lingkungan hukum adat ( rechstringen) dari 19 Lingkungan Hukum Adat yang ditelitinya                     ( Abung,Peminggir,Pubian,Rebang,Gedungtataan,Tulangbawang ). Palembang ( Anak-Lakitan,   Jelma Daya, Kubu, Pasemah, Semendo ).

Terlepas dari maksud diatas masyarakat hukum adat Ulun Lampung memang  perlu menggali dan melestarikan nilai-nilai sejarah itu secara objektif. Tetapi penggalian dimaksud bukan akan menumbuhkan atau mengembalikan dynasty yang beroreintasi masa lalu, biarkanlah masa lalu merupakan sejarah. Demikian pula pelestarian bukanlah juga untuk menciptakan eklusifisme atau pemahaman baru dan dinasti baru atau untuk mengenaralisir dan penyeragaman masyarakat hukum adat (ulun) lampung, bahkan lebih miris lagi akan menuju kepada perpecahan yang justru merugikan ulun Lampung itu sendiri.
Perjalanan panjang sejarah masyarakat Hukum Adat (ulun) Lampung memang telah terbentuk sedemikian rupa ( telah terbagi dalam klan besar ) berdasarkan  ke-poyang-an dan ke-buay-an  kemudian melahirkan ke-datu-an atau ke-ratu-an sesuai dengan eranya masing-masing,sama halnya dengan kerajaan-kerajaan lain yang timbul tenggelam dari komunitas-komunitas yang berbeda dan tidak mungkin dapat diklaim dari asal usul yang sama. Dengan kata lain sebagai etnis Ulun Lampung berasal dari komunitas yang sama tetapi belum tentu berasal dari keturunan yang sama. Alkurturisasi,adaptasi,dan pengakuan diri dari komunitas lain baik dari Banten ( serang ) Cerebon,Bugis Palembang,Batak dll sebagai fenomena yang tak terelakan sampai sekarang. Perjalanan sejarah inilah yang membentuk jati diri Ulun Lampung yang perlu dipertahankan dan dilestarikan sebagai kekayaan budaya dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Secara garis besar bahwa Ulun Lampung menganut 2 ( dua ) faham system budayanya yaitu ; Genologis yang cenderung Monarki yang dianut oleh ulun lampung Peminggir, Kalianda, Melinting, Kota Agung, Paksi Pak Skala Berak, ( Jelma Daya, Minanga sampai Kayu Agung Sumatera Selatan) sedangkan Pepadun ( Genologis-Teritorial ) yang cenderung kepada Demokratis melalui pengambilan keputusan-keputusan PEPUNG, yang banyak dianut oleh Abung Sewou Megou, Pubian Telu Suku,  Megou Pak Tulangbawang, Way Kanan/Negeri besar Lima Kebuayan dan Sungkay Bunga Mayang.
Sistem budaya yang telah berurat berakar dan dianut oleh masyarakat hukum adat Ulun Lampung, yang telah memiliki wilayah hukum adatnya masing-masing, memiliki titi gemeti untuk saling hormat-menghormati dan tidak mencampuri urusan masing-masing yang teraktualisasi dalam SELANG SEMENEP atau SUMBAY,perlu dijaga dan dilestarikan.
Pemisahan wilayah kepemerintahan  tidaklah serta merta memisahkan wiilayah budaya, demikian pula persatuan dan kesatuan masyarakat adat Ulun Lampung  tidak dapat direpresentatif oleh seseorang yang menamakan dirinya sebagai Penyimbang Adat Lampung.
Karena Penyimbang Adat belum tentu mewakili kebuayan atau kemargaan apalagi mewakili seluruh Lampung. Kelembagaan Adat Abung Sewo Megou, Megou Pak Tulangbawang, Pubian Telu Suku,Way Kanan Lima Kebuayan,Sungkai Bunga Mayang ataupun Persekutuan Paksi Pak Skala Brak, Semaka Kota Agung,Keratuan Darah Putih dan persekutuan adat Melinting memilliki tatanan dan sarana budaya tersendiri yang disebut dengan PERETI atau suatu kebiasaan yang berlaku bagi masing-masing kelembagaan atau persekutuan adat.Maka suatu hal yang tidak mungkin untuk mengeneralisir atau menyeragamkan hetrogenitas budaya atas nama Lampung kecuali  kelembagaan / persekutuan adat mana yang diprosesikan. Apabila semua kita sepakat bahwa Mayarakat Hukum Adat Ulun Lampung memiliki apa yang namanya Fiiil Pesenggiri yang telah diperas menjadi lima falsafah sebagai kearifan local , untuk mengangkat harkat martabat dan jati diri Masyarakat Hukum Adat Ulun Lampung, seharusnya penyembang/punyimbang dan tokoh adat baik yang dalam kepemerintahan atau yang tidak , harusnya peka terhadap kondisi sosial Masyarakat Hukum Adat Ulun Lampung dalam pembangunan ini, sandangan negative dibeberpa wilayah yang terisolir, kampung tua yang terpencil dan tidak terjangkau oleh pembangunan,hak-hak masyarakat hukum adat yang terabaikan, dominasi kepentingan ekonomi dan politik yang mengatasnamakan adat  , penyalah gunaan system adat untuk kepentingan tertentu,bukan saling berlomba untuk menjadi yang pantas dan benar, justru merugikan masyarakat hukum adat ulun lampung itu sendiri.
Tetapi sebagai komunitas Masyarakat Adat Ulun Lampung kita memang harus bersatu untuk mengangkat harkat dan martabat Ulun Lampung dalam hetroginitas budaya Lampung itu sendiri. Leluhur kita telah menempa kita dalam perjalanan panjang dengan keteraturan dan kebersamaan yang harmonis ditengah-tengah perbedaan bahasa dan tatanan budaya tetapi kita tetap satu  ULUN LAMPUNG.
 


Jumat, 01 November 2013

Legenda kapal cina dan pulau daging.



To Lang Po hwang ditemukan dalam perpustakaan china bersamaan dengan Kan To Li dan Yah Po Ci, sedangkan yang mendekati nama To Lang Po Hwang adalah sungai  Tulang Bawang yang bermuara di laut Jawa merupakan sungai yang terpanjang di wilayah Lampung dengan  hulu sungai disebelah kanan di way Besai Bukit Pesagi dan sebelah kiri berhulu sungai di Way Giham Lampung utara. Fakta alam inilah yang membuat sungai Tulang Bawang menjadi pusat perekonomian kala  itu sebagai lintasan untuk membawa hasil hutan,damar dan lada hitam   dari wilayah pedalaman melalui Way kanan dan way kiri. Bandar pertama ketika itu yang dilupakan masyarakat bahkan telah menjadi perkebunan sawit saat ini  adalah MERESOU yang dipimpin oleh Menak Pati Ngegecang Bumi  untuk melakukan pemeriksaan terhadap kapal-kapal dagang sekaligus pengamanan pertama yang akan memasuki wilayah perairan sungai Tulang Bawang. Keinginan untuk menguasai sungai Tulang bawang sebagai pusat perekonomian datang dari beberapa pihak diantaranya, dari bangsa Gujarat yang melegendakan Wilayah Puput Keling di perbatasan Pagar Dewa, Suku Bugis yang melegendakan Perang Bajau,dan ekspidisi bangsawan China yang melegendakan Kapal China dan Pulau Daging. Berdasarkan cerita rakyat yang berkembang dimasyarakat bahwa kedatangan ekpidisi kapal china yang semula akan berdagang telah merubah niat mereka untuk memonopoli perdagangan lada hitam di sungai Tulang bawang, Hal ini diketahui oleh Menak Kemalou Bumi gelar Menak Adipati Pejurit ( Abad XV-XVI ) yang telah mengikat perjanjian perdagangan dengan kesultanan Banten sehingga beliau memerintahkan Menak Ngegulung, Manak Sengaji, Menak Rio dan menak-menak yang lain untuk menumpas ekspidisi bangsawan china disekitar RANTAU TIJANG yag telah meresahkan itu. Peperangan pun terjadi, pasukan china terkempung di rawa – rawa sedangkan pasukan Tulangbawang menyerang mereka dari tebing yang tinggi dengan anak panah dan tombak. Akhirnya Kapal tersebut dapat di tenggelamkan  dan orang-orang china yang terbunuh di kumpulkan disuatu pulau kemudian rawa tersebut sekarang dikenal dengan rawa Kapal China dan Pulau Daging sedangkan tebing yang tinggi  sekarang dikenal dengan nama JUNG GONONG ( Kapal dan Gunung ).Rantau Tijang sekarang bernama Kota MENGGALA.



 LEMBAGA ADAT MEGOU PAK TULANG BAWANG
KETUA UMUM



TUAN RAJOU TEHANG
WANMAULI,SANGGEM