Minggu, 05 Oktober 2014

LAMPUNG ; KEARIFAN LOKAL PIIL PESENGGIRI



KEARIFAN LOKAL ULUN LAMPUNG
PIIL PESENGGIRI

Sampai kapanpun kita tidak akan pernah bosan menyatakan bahwa negara kita tercinta Indonesia adalah negara yang sangat luar biasa. Kaya akan segala hal yang diinginkan di bumi ini. Bertabur keindahan dan sejuta pesona yang selalu menarik perhatian kita untuk diamati, dinikmati dan dihayati. Tanah air kita ini menyimpan segudang magnet. Beragam potensi budaya ada disini. Semua yang ada di indonesia begitu eksotis hingga mampu menghipnotis siapapun di muka bumi untuk mengungkapkan dengan hati dan penuh kesadaran bahwa negara yang dinamakan dengan Indonesia ini begitu waw!!
Budaya yang tersebar dari Sabang hingga Merauke, dan dari Miangas sampai Pulau Rote menyimpan daya pikat masing-masing. Budaya-budaya itu menyatu dalam sanubari keindonesiaan yang sejatinya harus tertancap kuat dalam hidup dan kehidupan warga bangsanya. Tidak hanya kaya akan budaya seperti tari, alunan musik, kerajinan, pakaian, rumah adat, kuliner, bahkan hingga kearifan lokal (local wisdom).
Namun ketika kita memandang Indonesia secara kasat mata, hanya akan membuat suasana hati kita bingung dan prihatin. Indonesia masih rentan akan kekacauan dan carut-marut disana-sini. Lihat saja sandiwara politiknya yang suka menyandera kepentingan publik, pendidikan yang masih terbelakang dan sulit untuk maju, ekonominya yang masih suka bergantung dan mau dipermainkan oleh para kapitalis, dukungan sosial serta juga kondisi sosial masih sangat memprihatinkan.
Kearifan lokal yang dimiliki indonesia sungguh sangat kaya sekali. Tidak akan ada di negara lain mendapati lokal wisdom yang sehebat di indonesia. Bahkan banyak negara yang berusaha ingin menemukan lokal wisdom yang bercirikan negara itu. Kita lihat saja negara lain seperti Amerika Serikat yang membolak-balik catatan sejarahnya untuk bisa menemukan lokal wisdomnya.
Lokal wisdom mampu membentuk sebuah nilai karakter. Coba kita perhatikan apa yang ada di Jepang. Jepang termasuk salah satu negara yang berbudaya luar biasa. Setelah negaranya di bom, tidak lama kemudian Jepang mampu mengalahkan AS dari segi ekonomi. Itu menunjukkan bahwa Jepang memiliki budaya yang mampu memberi negara itu sebuah kekuatan untuk bangkit dan maju untuk menunjukkan sebuah eksistensi.
Lalu bagaimana dengan Indonesia? Sebenarnya jalan terbuka lebar untuk negara kita bisa menjadi negara yang maju. Sayangnya hingga saat ini kita masih dihinggapi penyakit regenerasi yang terus menumpuk. Seakan-akan penyakit-penyakit itu tidak bisa dicegah apalagi diobati.Pengaruh globalisasi memang tidak bisa dipungkiri lagi telah merasuki semua bidang kehidupan bangsa. Gempuran budaya luar tidak henti-hentinya menyergap sendi pergerakan generasi kita. Kearifan lokal semakin tergerus dikarenakan saat ini kita tengah berada pada zaman gelombang ketiga. Gelombang-gelombang yang awalnya tradisionil di masa lampau lalu berlanjut pada gelombang industrialisasi. Dan gelombang yang saat ini menerpa kita adalah gelombang teknologi informasi.
Banyak diantara kita yang cara berpikirnya cenderung pragmatis. Saat diskusi mengenai kearifan lokal ini, seorang tokoh mengatakan fakta yang ia temukan langsung di lapangan. Banyak di temui di Lampung sendiri misalkan saat kampanye politik, strategi politik yang dipilih tidak lagi mengajarkan sikap kebersamaan melalui gotong royong untuk menarik simpati massa namun cukup dengan membagi-bagikan uang. Itu semua  tidak akan bertahan lama namun dengan cara seperti itu akan mampu semakin menggerus jiwa-jiwa kearifan yang ada di masyarakat.
Para nenek moyang kita telah berusaha menciptakan kearifan lokal yang mengandung nilai-nilai yang sangat luar biasa. Tujuan mereka mewariskan kearifan lokal itu kepada kita adalah agar kita bisa hidup dan memaknai setiap perjalanannya sesuai dengan kodrat dan tidak menyalahi apalagi mengganggu keberlangsungan kehidupan umat manusia. Untuk itu maka perlu bagi kita untuk selalu melestarikan dan menghidupakan nilai-nilai kearifan lokal demi kemaslahatan hidup kita di muka bumi ini. Kini dan nanti… Dewasa ini bangsa Indonesia sedang mengalami distorsi moralitas yang diakibatkan oleh “invasi” budaya barat. Sebagian besar masyarakat Indonesia baik tua maupun muda telah kehilangan identitasnya sebagai bangsa timur yang ditandai dengan ketidaktahuan mereka tentang adat istiadat bangsanya sendiri. Mereka lebih tertarik untuk mempelajari hal-hal yang berbau budaya pop dibandingkan dengan mempelajari budayanya sendiri. Selain itu, rasa cinta mereka terhadap tanah air Indonesia semakin lama semakin meredup karena anggapan mempelajari budaya sendiri itu susah. Mereka seakan-akan kehilangan panutan yang berasal dari bangsanya sendiri. Bahkan tak sedikit bocah SD yang lebih mengenal tokoh Spiderman sebagai pahlawan dibandingkan dengan Pangeran Diponegoro. Padahal Spiderman merupakan tokoh fiksi hasil rekayasa seniman barat, sedangkan Pangeran Diponegoro nyata keberadaannya. Hal ini berdampak pada semangat nasionalisme mereka yang semakin pudar ketika menginjak usia dewasa.
Kebiasaan buruk yang dibawa oleh pemerintah kolonial Belanda ke dalam keratonlah yang memaksa Pangeran Diponegoro untuk keluar dari istana, bahkan melawan ketika Belanda berupaya merusak tanah leluhurnya. Disinilah letak kearifan local yang dapat digali dan diterapkan. Tidak hanya memahami nasionalisme saja, tetapi juga memahami bagaimana bentuk nasionalisme Indonesia itu sendiri. Jika dikaitkan dengan kondisi jaman sekarang, bangsa ini dapat meniru langkah Diponegoro untuk tidak ikut-ikutan tergerus invasi budaya barat yang merusak akhlak dan moralnya.

1.    Pengertian Kearifan Lokal (local wisdom)

Dalam pengertian kamus, kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua kata: kearifan (wisdom) dan lokal (local). Dalam Kamus Inggris Indonesia John M. Echols dan Hassan Syadily, local berarti setempat, sedangkan wisdom (kearifan) sama dengan kebijaksanaan. Secara umum maka local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.

2.    Local Genius sebagai Local Wisdom

Dalam disiplin antropologi dikenal istilah local genius. Local genius ini merupakan istilah yang mula pertama dikenalkan oleh Quaritch Wales. Para antropolog membahas secara panjang lebar pengertian local genius ini (lihat Ayatrohaedi, 1986). Antara lain Haryati Soebadio mengatakan bahwa local genius adalah juga cultural identity, identitas/ kepribadian budaya bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiri (Ayatrohaedi, 1986:18-19).


Sementara Moendardjito (Ayatrohaedi, 1986:40-41) mengatakan bahwa unsur budaya daerah potensial sebagai local genius karena telah teruji kemampuannya untuk bertahan sampai sekarang. Ciri-cirinya adalah:

-         Mampu bertahan terhadap budaya luar
-         Memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar
-         Mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli
-         Mempunyai kemampuan mengendalikan
-         Mampu memberi arah path perkembangan budaya

I Ketut Gobyah thiam “Berpijak pada Kearifan Lokal” dalam http://www.balipos.co.id, di download 17/9/2003, mengatakan bahwa kearifan lokal (local genius) adalah kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Kearifan lokal merupakan perpaduan antara nilai-nilai suci firman Tuhan dan berbagai nilai yang ada. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kerifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun nilai lokal tetapi nilai yang terkandung di dalamnya dianggap sangat universal.
S.Swarsi Geriya dalam “Menggali Kearifan Lokal untuk Ajeg Bali” dalam lun, http://wwwbalipos.co.id mengatakan bahwa secara konseptual, kearifan lokal dan keunggulan lokal merupakan kebijaksanaan manusia yang bersandar pada filosofi nilai-nilai, etika, cara-cara dan perilaku yang melembaga secara tradisional. Kearifan lokal dengan demikian adalah nilai yang dianggap baik dan benar sehingga dapat bertahan dalam waktu yang lama dan bahkan melembaga.
Dalam penjelasan tentang ‘urf. Pikiran Rakyat terbitan 6 Maret 2003 menjelaskan bahwa kearifan berarti ada yang memiliki kearifan (al-’addah al-ma’rifah), yang dilawankan dengan al-’addah al-jahiliyyah. Kearifan dadat dipahami sebagai segala sesuatu yang didasari pengetahuan dan diakui akal serta dianggap baik oleh ketentuan agama. Adat kebiasaan pada dasarnya teruji secara alamiah dan niscaya baik karena merupakan tindakan social yang berulang-ulang dan mengalami penguatan (reinforcement). Pergerakan secara alamiah terjadi secara sukarela karena dianggap baik atau mengandung kebaikan. Adat yang tidak baik hanya terjadi apabila terjadi pemaksaan oleh penguasa.(1)

Piil Pesenggiri Kearifan Lokal Ulun Lampung
Kearifan lokal Lampung yang khas mengandung nilai budaya luhur adalah Piil Pesenggiri. Piil Pesenggiri ini mengandung pandangan hidup masyarakat yang diletakkan sebagai pedoman dalam tata pergaulan untuk memelihara kerukunan, kesejahteraan dan keadilan. Piil Pesenggiri merupakan harga diri yang berkaitan dengan perasaan kompetensi dan nilai pribadi, atau merupakan perpaduan antara kepercayaan dan penghormatan diri. Seseorang yang memiliki Piil Pesenggiri yang kuat, berarti mempunyai perasaan penuh keyakinan, penuh tanggungjawab, kompeten dan sanggup mengatasi masalah-masalah kehidupan.
Etos dan semangat kelampungan (spirit of Lampung) piil pesenggiri itu mendorong orang untuk bekerja keras, kreatif, cermat, dan teliti, orientasi pada prestasi, berani kompetisi dan pantang menyerah atas tantangan yang muncul. Semua karena mempertaruhkan harga diri dan martabat seseorang untuk sesuatu yang mulya di tengah-tengah masyarakat.
Unsur-unsur Piil Pesenggiri itu bukan sekedar prinsip kosong, melainkan mempunyai nilai-nilai nasionalisme budaya yang luhur yang perlu di dipahami dan diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sejatinya Piil Pesenggiri tidak diungkapkan melalui pemujaan diri sendiri dengan mengorbankan orang lain atau dengan mengagungkan seseorang yang jauh lebih unggul dari orang lain, atau menyengsarakan orang lain utk membahagiakan seseorang. Seorang yang memiliki harga diri akan lebih bersemangat, lebih mandiri, lebih mampu dan berdaya, sanggup menerima tantangan, lebih percaya diri, tidak mudah menyerah dan putus asa, mudah memikul tanggung jawab, mampu menghadapi kehidupan dengan lebih baik, dan merasa sejajar dengan orang lain.
Karakteristik orang yang memiliki harga diri yang tinggi adalah kepribadian yang memiliki kesadaran untuk dapat membangkitkan nilai-nilai positif kehormatan diri sendiri dan orang lain, yaitu sanggup menjalani hidup dengan penuh kesadaran. Hidup dengan penuh kesadaran berarti mampu membangkitkan kondisi pikiran yang sesuai kenyataan yang dihadapi, bertanggung jawab terhadap setiap perbuatan yang dilakukan. Arogansi dan berlebihan dalam mengagungkan kemampuan diri sendiri merupakan gambaran tentang rendahnya harga diri atau runtuhnya kehormatan seseorang .
Keanekaragaman budaya daerah merupakan potensi sosial yang dapat membentuk karakter dan citra budaya tersendiri pada masing-masing daerah, serta merupakan bagian penting bagi pembentukan citra dan identitas budaya suatu daerah. Di samping itu, keanekaragaman merupakan kekayaan intelektual dan kultural sebagai bagian dari warisan budaya yang perlu dilestarikan. Seiring dengan peningkatan teknologi dan transformasi budaya ke arah kehidupan modern serta pengaruh globalisasi, warisan budaya dan nilai-nilai tradisional masyarakat adat tersebut menghadapi tantangan terhadap eksistensinya. Hal ini perlu dicermati karena warisan budaya dan nilai-nilai tradisional tersebut mengandung banyak kearifan lokal yang masih sangat relevan dengan kondisi saat ini, dan seharusnya dilestarikan, diadaptasi atau bahkan dikembangkan lebih jauh.
Namun demikian dalam kenyataannya nilai-nilai budaya luhur itu mulai meredup, memudar, kearifan lokal kehilangan makna substantifnya. Upaya-upaya pelestarian hanya nampak sekedar pernyataan simbolik tanpa arti, penghayatan dan pengamalan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana diketahui bahwa pada tahun terakhir, budaya masyarakat sebagai sumber daya kearifan lokal nyaris mengalami reduksi secara menyeluruh, dan nampak sekadar pajangan formalitas, bahkan seringkali lembaga-lembaga budaya pada umumnya dimanfaatkan untuk komersialisasi dan kepentingan kekuasaan. .(40)
Masyarakat adat Lampung memiliki kearifan – kearifan lokal yang telah berurat dan berakar dalam pribadi-pribadi masyarakat adat Lampung. Namun Kearifan lokal Piil Pesanggiri ini perlu pemahaman dan pengertian yang benar dan tepat sebagai kearifan-kearifan masa lalu yang tak lekang kena panas dan tak larut kena hujan. Banyak penafsiran Piil Pesanggiri dari beberapa sudut pandangan, yang kadang-kadang penafisran yang menyudutkan karena pandang negatif dari pemahaman dan nara sumber yang tidak menguasai sepenuhinya arti dari Piil pesenggri dimaksud. Arti piil hanya dilihat dari sudut pandangan bahwa orang lampung itu tidak boleh dipermalukan atau orang lampung itu nilai kemartabatannya diukur dengan materi sehingga anak gadisnya hanya dapat dimiliki kalau mempunyai uang yang banyak, seolah – olah semakin tinggi derajatnya semakin tinggi nilai materinya.


Hasil dari penelitian Sulistyowati Irianto dan Risma Margaretha dalam PIIL PESENGGIRI MODAL BUDAYA DAN STRATEGI IDENTITAS ULUN LAMPUNG Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia bahwa PIIL ulun lampung diartikan sebagai ;

  1. “Obat malu adalah mati” ditafsirkan orang lampung tidak boleh dibuat malu bertentangan dengan karakter masyarakat lampung yang terbuka, yang teraktualisasi di nengah nyappur, nemui nyimah dan sakai sambaian.
Penafsiran yang sesungguhnya adalah ulun lampung tidak boleh membuat malu.
  1. Tolok ukur Piil dengan perkawinan adat yang mahal bukan menjadi ukuran ulun lampung saja, tetapi lebih kepada privasi personal umat manusia. Semakin tinggi status sosial sesorang  semakin tinggi personal privatenya.
  2. Melampungkan merupakan  prasyarat untuk tegas terhadap jati diri. Perkawinan silang telah diakui keberadaannya dalam sejarah ulun lampung berabad-abad yang lalu.
Mari kita lihat apa yang sebenarnya tejadi. apa yang dimaksud dengan PIIL itu pada zaman dahulu yaitu ;
Piilnya suami adalah menjaga Keluarganya
Piilnya Isteri adalah mengurus Rumah tangganya
Piilnya Anak perempuan adalah menjaga prilakunya
Piilnya Anak laki-laki adalah menjaga perkataanya.
Kalimat diatas menunjukan bahwa PIIL ulun lampung adalah menjaga / mengurus /memilihara dari perbuatan-perbuatan yang akan membuat malu atau tercela.
Pada  masyarakat adat Lampung bahwa punyimbang tidak boleh melakukan hal-hal yang tercela dan apabila terjadi maka akan dikenakan sanksi sosial dan denda yang disebut CEPALOU.
Pada masyarakat pepadun dikenal sanksi sosial terhadap kesalahan yang dilakukan oleh penyimbang maupun keluarganya yaitu ;

 

1)      Orou Pepadun ( Pepadun yang menjadi bahan perbincangan akibat satu kesalahan )
a.       Penyimbang Marga  berbuat salah (cacat ) disebut dengan Karem Pepadun (Karam ) Penyimbang Tiyuh berbuat salah  ( cacat ) disebut dengan Tanyok Pepadun                ( Kanyut )
b.      Penyembang Suku berbuat salah (cacat ) disebut dengan Curing Pepadun                    ( coret )  
1.      Cacat Pepadun :
a.    Pepadun Kamah, yaitu Istri penyembang atau sanak saudara Penyembang digangu        ( dilecehkan ) orang sampai geger.
b.    Pepadun Miring, yaitu ; anak  atau adik Penyimbang ketahuan mencuri
c.    Pepadun Telekep, yaitu ; anak atau adik penyimbang cerai.
Artinya bahwa masyarakat adat lampung sangat menjunjung tinggi kemartabatan itu dalam keteraturan hukum. Bahwa masyarakat hukum adat lampung sangat hati-hati terhadap semua tindakannya agar tidak melakukan tindakan yang dapat memalukan dan mencela keluarga besarnya atau kepenyimbangan/ kepepadunannya(status sosial).


UNSUR-UNSUR PIIL PESENGGIRI.

Banyak pendapat dan perbedaan dari para penulis dan ahli tentang unsur –unsur dan penafsiran dari Piil Pesenggiri.
Menurut penulis Piil itu bermakna  harga diri, jati diri, martabat
Harga diri menurut Stuart dan Sundeen (1991), mengatakan bahwa harga diri (self esteem) adalah penilaian individu terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal dirinya. Dapat diartikan bahwa harga diri menggambarkan sejauhmana individu tersebut menilai dirinya sebagai orang yang memeiliki kemampuan, keberartian, berharga, dan kompeten.
Sedangkan menurut Gilmore (dalam Akhmad Sudrajad)  mengemukakan bahwa: “….self esteem is a personal judgement of worthiness that is a personal that is expressed in attitude the individual holds toward himself. Pendapat ini menerangkan bahwa harga diri merupakan penilaian individu terhadap kehormatan dirinya, yang diekspresikan melalui sikap terhadap dirinya. Sementara itu, Buss (1973) memberikan pengertian harga diri (self esteem) sebagai penilaian individu terhadap dirinya sendiri, yang sifatnya implisit dan tidak diverbalisasikan.
Arti Harga Diri (Self Esteem)
Menurut pendapat beberapa ahli  tersebut, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa harga diri (self esteem) adalah penilaian individu terhadap kehormatan diri, melalui sikap terhadap dirinya sendiri yang sifatnya implisit dan tidak diverbalisasikan dan menggambarkan sejauh mana individu tersebut menilai dirinya sebagai orang yang memeiliki kemampuan, keberartian, berharga, dan kompeten.(4)
Harga diri adalah Penilaian terhadap kehormatan  yang memiliki kemampuan,    keberartian, berharga, dan kompetensi, yang sifatnya tidak diimplisitkan dan diverbalisasikan.Harga diri adalah sikap yang tidak dapat dinilai dengan materi dan kebendaan lainnya atau diucapkan dengan kata-kata.
jati diri  adalah ciri-ciri, gambaran, atau keadaan khusus seseorang atau suatu benda; identitas; inti, jiwa, semangat, dan daya gerak dari dalam; spiritualitas: mencari -- diri pembangunan nasional.(5)  

Jati Diri Sebagian orang berpendapat bahwa arti jati diri adalah suatu manifestasi ideologi hidup seseorang. Jati diri sendiri merupakan bagian dari sifat seseorang yang muncul dengan sendirinya mulai dari kecil, kemudian sifat bawaan kadang juga terpengaruh dengan faktor lingkungan tempat seseorang hidup dan dibesarkan. Kita tentu sudah tidak asing mendengar istilah seorang anak yang sedang mencari jati diri, hal ini sering terungkap karena dalam proses pembentukan karakter yang sebenarnya pada diri seseorang adalah
pada masa pancaroba, yaitu masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Cara Menemukan Jati Diri Dari pengertian jati diri yang sudah dipaparkan diatas, bahwasanya jati diri itu sendiri merupakan suatu manifestasi ideologi hidup seseorang, sehingga bagaiaman cara menemukan jati diri sendiri itu juga merupakan hak mutlak bagi seorang individu untuk menentukan jati dirinya sendiri.

Ketika seseorang yang telah dapat memahami akan kemampuan dan kekuatan pada dirinya yang didasari dengan iman dan taqwa pada Tuhan, maka saat itulah seseorang sudah dapat dikatakan menemukan jati dirinya sendiri. (6)

Pasanggiri / Pesenggiri

Berbeda dengan Bapak Hilman Hadikusuma SH. Fachruddin dani berkeyakinan kata Pesenggiri pada Piil Pesenggiri berasal dari Bahasa Sunda yang dibawa Banten. Tidak seperti dugaan Bapak Hilman yang mengatakan dari Bali Pasunggiri, nama tim tentara elit di Kerajaan sana dahulu. Setelah ada kesepakatan antara tokoh tokoh Lampung dengan Banten untuk memebangun Kesultanan Lampung maka Piil nya Lampung itu disepakati untuk ditambah dengan kata Pesenggiri, dari kata Pasanggiri yang dalam Bahasa Sunda artinya lomba.(7)  
Menurut kamus arti kata.com berarti sayembara dng hadiah bagi pemenang terbaik atau yg unggul. (8)
Apakah terminologi pesenggiri sama dengan pasanggiri perlu mendapatkan kajian-kajian yang lebih mendalam. Kalaupun demikian yang dimaksud maka Pasanggiri adalah sebagai suatu usaha untuk mendapatkan keunggulan-keunggulan.
Menyandingkan piil dengan pesanggiri merupakan suatu usaha untuk mencapai sesuatu yang lebih baik.
Terminolgi piil lebih dikenal dikalangan masyarakat bawah dibandingkan dengan Pesenggiri.

Unsur – unsur piil pesenggiri adalah ;
1.      Piil dalam arti harfiah mengandung dua padan kata yaitu Piil yang berarti  ; harga diri, Jati diri dan  pesenggiri adalah sebagai suatu usaha pencapaian yang lebih tinggi (martabat).bHarga diri adalah Penilaian terhadap kehormatan  yang memiliki kemampuan,    keberartian, berharga, dan kompetensi, yang sifatnya tidak diimplisitkan dan diverbalisasikan. Nilai yang di yakini oleh masyarakat adat ulun lampung bahwa mereka berasal dari Kepuhyangan (keturunan yang terhormat dan mulya ).




Jati diri adalah nilai yang diyakini oleh masyarakat adat bahwa mereka memiliki asal usul  dimana mereka berada dengan karakteristik yang tegas.
Pesenggiri adalah suatu sistem yang dipatuhi untuk memperjuangkan  nilai-nilai sebagai masyarakat yang terhormat dan mulya berdasarkan asal usul yang jelas dimana mereka berada.
Sanksi sosial yang diberlakukan untuk mempertegas bahwa harga diri dan jati diri adalah yang paling utama untuk dijaga oleh setiap orang sehingga tidak akan memberi malu atau tercela didalam komunitasnya.
Misalnya ; sanksi terhadap pepadun Karem,Pepadun Tanyok,Pepadun Curing,dan Cepalo, dsb.
Bahwa masyarakat adat lampung adalah suatu masyarakat yang memiliki karakteristik yang tegas untuk tidak menerima hal-hal yang tidak sesuai dengan nilai-nilai masyarakat lampung merupakan sesuatu yang tercela dan untuk itu harus diberikan sanksi sosial dan denda –denda adat untuk memulihkanya kembali,misalnya dengan denda materi,disisihkan dari prosesi-prosesi adat,ngabasuh pepeadun,memperbahurui pepadun,dsb.
Masyarakat adat lampung sangat tegas untuk mempertahankan nilai-nilai yang tidak sesuai dengan Jati dirinya. Ada aturan –aturan tertentu untuk menerima masyarakat adat dari luar sukunya melalui prosesi adat mewarian, angkonan atau dilampungkan menunjukan bahwa masyarakat adat lampung sangat ketat untuk menjaga jati dirinya.

2.     Bejuluk beadek  dalam arti harfiah  Bejuluk nama yang diberikan kepada seseorang sebagai nama kasih sayang keluarga, Beadek nama yang diberikan kepada seseorang setelah ia memikul tanggung jawab.
Bejuluk, beinai, beadek adalah implementasi dari sebuah nama yang melekat pada diri seseorang yang memiliki harga diri,jati diri dan martabat, oleh karenanya nama itu harus dijaga dari tingkah laku yang tercela. Bahasa yang santun, pribadi yang mempesona, bertanggungjawab terhadap beban yang diamanahkan melalui juluk, adek, dan enai yang berikan  kepadanya.Seseorang selalu menjaga nama itu sehingga tidak terkena sanksi adat berupa cepalo atau sanksi lainnya yang berakibat kepada keluarga besarnya.
Bejuluk beadek adalah beban tanggung jawab yang harus emban , nama-nama itu bukan ruang hampa yang tidak bermakna, nama itu mengandung amanah dan tanggung jawab keluarga yang harus diembannya untuk mengangkat harkat dan martabat keluarga.

3.      Nengah nyappur  dalam arti harfiah Nengah artinya ketengah dan Nyappur berarti bercampur baur/bergaul. Ketengah berarti bermula dari pinggir, dari ketepian menuju tengah, kearifan bahasa ini diambil dari keadaan alam masyarakat lampung yang pada umumnya berada dipinggir air. Nengah di ibarat seseorang berada ditepian sungai maka pada puncaknya adalah ditengah sungai itu, apabila telah meliwati posisi ini berarti ia menuju pinggir sungai kembali di seberangnya. oleh sebab itu masyarakat lampung mengkonotasikan kesuksesan itu ditengah ibarat kalau mendaki gunung maka kesuksesan itu berada di puncak. Namun masyarakat lampung tidak hanya mengukur kesuksesan atau keberhasilan itu hanya sampai ditengah tetapi kesuksesan / keberhasilannya itu juga diukur bagaimana ia dapat bercampur / mengaktualisasikanya ditengah-tengah pergaulan itu.
Artinya bahwa keberhasilan yang dicapai harus sanggup bersaing ditengah tengah lingkungan dimana ia bercampur, seharusnya, ia tidak akan menjadi larut,tetapi ia juga dapat menunjukan jati dirinya. Ibarat hasil panen umpamanya buah duren yang  ketengahkan kemana saja,tetapi yang paling penting  buah duren tersebut harusnya tidak kalah bersaing bahkan dapat menjadi priimadona dari buah-buah duren lainnya. Namun dari kenyataanya sekarang nengah nyappur mengalami distorsi sehingga masyarakat dalam melakukan nengah nyappur mengadaptasi ( larut ) dalam persaingan itu bahkan telah menjadi orang lain, sehingga kehilangan jati diri seperti bahasa, budaya maupun hak-haknya perlu segera disikapi.

4.    Nemui nyimah dalam arti harfiah Nemui berasal dari menerima tamu, menemui tamu dan Nyimah mengandung makna mudah tersenyum, berbahasa yang santun, menunjukkan muka yangramah dll. Kearifan ini menunjukan bahwa masyarakat adat lampung menerima dan sangat toleransi / terbuka terhadap siapa pun. Bahwa masyarakat lampung membuka diri dengan siapa saja yang datang,sepanjang hak-haknya juga dihargai. Ada pribahasa dalam masyarakat lampung  “ kayu nuppang agou ngebatang “ artinya kayu benalu numpang sampai membunuh pohonya.Hal ini yang patut disikapi dimana masyarakat lampung yang terbuka dan senang hati dengan siapa pun tetapi hendaknya pendatang  juga harus menjaga keterbukaan itu menjadi satu keluarga yang saling menghargai, jangan seperti pepatah diatas.

5.   Sakai sambaian dalam arti harfiah Sakai adalah mengerjakan sesuatu bersama-sama, sesakai bermakna saling tolong menolong mengerjakan sesuatu,makna Sambaian saling menyambut/membalas hal yang baik-baik. Kearifan ini hendaknya dimaknai tidak hanya terbatas pada kegotong royongan atau kebersamaan dalam bentuk pisik dan materi. Sakai sambaian tidak saja saling tolong menolong dalam pekerjaan pisik,sakai sambaian bukan saja tolong menolong dalam bentuk materi karena upacara-upacara pernikahan atau bentuk sumbangan-sumbangan tertentu, tetapi lebih dalam dari itu bahwa masyarakat lampung dalam menyelesaikan masalah selalu melakukannya dengan musyawarah atau yang dikenal dengan, Recakou, Pepung atau Meparou, artinya bahwa masyarakat lampung menjujung tinggi kebersamaan dan musyawarah terhadap masalah-masalah yang dihadapi. Kebersamaan bukan saja dalam bentuk pisik dan materi tetapi kebersamaan dalam bentuk sumbangan pemikiran untuk menyelesaikan setiap masalah-masalah yang dihadapi.