Ketika
masyarakat menyatakan kebenarannya, ketika masyarakat menuntut haknya,
ketika masyarakat menyatakan pendapatnya,masyarakat dihadapkan dengan tembok
besar yang namanya arogansi kekuasaan.Umumnya pendekatan yang dipergunakan melalui pendekatan
keamanan dan proses hukum serta rekayasa poitik.
Lembaga
Adat Megou Pak Tulangbawang merupakan bukti sejarah ketika memperjuangkan hak-hak masyarakat hukum adat
dibuminya, mendapat tantang dari segala arah, oleh LSM, ormas-ormas, para cerdik
cendikiawan provinsi Lampung, bahkan dari orang-orang megou pak itu sendiri yang
mengdiskridikan, mencaci maki, menuduh sebagai penipu dan spikulan yang menjual belikan tanah sengketa dls. Akhinya, dikiriminalisasikan untuk membuktikan tuduhan itu benar adanya melalui proses hukum yang didengung - dengunkan sebagai panglima dinegeri ini.
Beberapa tokoh adat megou pak yang mengatasnamakan penyimbangan adat yang juga masih diragukan kwalitas dan pemahaman budaya (Nilai sejarah dan etnografi ) secara utuh bahkan cendrung kehilangan harga diri ( fi'il ) hanya karena alat untuk berbagai kepentingan, sehingga begitu mudahnya membuat pernyataan-pernyataan kontroversi dengan nilai sejarah budaya itu sendiri.
Apabila kita ingin melihat budaya/adat
istiadat yang ada diprovinsi Lampung ini secara utuh marilah kita melihatnya dari
persfektif
etnografi dan etnologi sebagai suatu wilayah hukum adat yang memiliki
jati diri, memiliki tatanan budaya dan strata sosial sebagai mana yang
mereka sandang. Janganlah melihat budaya dari kacamata kuda hanya dari persefktif Administrasi Negara/Kepemerintahan.
Keberadaan
Lembaga Adat Megou Pak Tulangbawang di Mesuji merupakan keniscayaan untuk
menjelaskan bahwa wilayah Kepemerintahan/Negara dapat saja dipecah menjadi
beberapa bagian kepemerintahan tetapi wilayah Entis tidak dapat dibagi-bagi sedemikian rupa
karena Megou Pak tetap Megou Pak yang meliputi Tulangbawang Barat,Tulangbawang
Induk dan Mesuji.
Buku
Etnografi Marga Mesuji menjadi salah satu bahan bukti, bahwa pernyataan dari nara sumber
19 tokoh adat Mesuji sebagai hasil Lembaga Penelitian Universitas Lampung yang
menjelaskan bahwa marga Mesuji itu adalah keturunan dari Sumatera Selatan yang
telah memfusikan diri melalui adat kedalam Marga Sway Umpu. Kemudian
dijelaskan lagi bahwa Masyarakat sumatera Selatan yang mendiami pinggiran
sungai Mesuji dipimpin oleh seorang kerio/pimpinan kampung/kepala Kampung
berkedudukan di WIRALAGA ( S.Kabung ) sedang Etnis Lampung mendiami daratan
berkedudukan di Kampung TALANG BATU. Dari hasil karya Lembaga Penelitian Unila
ini tidak ada alasan para tokoh maupun pejabat daerah di Provinsi Lampung untuk
tidak melibatkan Lembaga Adat Megou Pak Tulangbawang dalam penyelesaian
sengketa lahan Regester 45 Mesuji.berdasarkan UUD 45 Pasal 18 B ayat (2),
TAP MPR No XVII / 1998, TAP MPR No IX / 2001, UU No 5 tahun 1960
tentang pertanahan (Agraria), UU No 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan
Amar Putusan MK.No.35/PUU/2012
Apalagi
Lembaga Adat Megou Pak Tulangbawang berulangkali menjelaskan kepada Pemerintah baik pusat maupun daerah bahwa Keputusan Majelis Perwatin Adat Megou Pak Tulangbawang No.
11/SK/MPA-MPTB/IX/2011 tanggal 25 September 2011 memutuskan ;
- Menyetujui Kep.Menhut RI.No.785/Kpts-II/1993 tentang penetapan kelompok hutan Regeste 45 sungai buaya mesuji seluas 43.100 ha sebagai kawasan hutan tetap dengan fungsi produksi.
- Menolak dengan tegas Keputusan Menhut.RI.No.93/Kpts-II/1997 tentang Hak Pengushaan Hutan Tanaman Industri ( HPHTI) yang diberikan kepada PT SILVA INHUTANI seluas 43.100 ha.
- Meminta kepada Menhut.RI.agar lahan seluas 43.100 ha. Dikembalikan kepada hak ulayat Megou Pak Tulangbawang untuk kemudan bersama-sama dengan Pemerintah , kawasan tersebut dijadikan Hutan Tanaman Rakyat ( HTR ).
Ketiga Keputusan itu menurut kami sangat bijak untuk
menyelesaikan masalah sengketa lahan diregester tersebut karena,
a.
Lembaga adat
Megou Pak Tulangbawang menyadari sepenuhnya bahwa hutan adalah paru-paru dunia
dan menyangkut hajat orang banyak serta bagian budaya yang perlu
dilestarikan.
b. Banyak temuan yang
mengindikasikan bahwa peruntukan perizinan yang diberikan kepada PT SILVA
INHUTANI patut untuk ditinjau ulang.
c. Karena banyaknya kepentingan-kepentingan
yang berperan didalam sengketa lahan tersebut maka Lembaga
Adat Megou Pak Tulangbawang mengambil sikap untuk bersama Pemerintah,baik pusat
ataupun daerah untuk menata kembali peruntukan lahan tersebut.
Namun ajakan untuk berdialog antara Pemerintah Pusat/Daerah dengan pemangku-pemangku adat Megou Pak Tulangbawang sampai saat ini belum mendapat tanggapan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar